Setiap desa, kota, ataupun wilayah memiliki tradisi unik dalam melakukan sebuah perjodohan. Keanekaragaman budaya menjadi energi tersendiri dalam menciptakan ketentraman dan keadamaian. Hal ini dibuktikan desa Gersik Putih Gapura Sumenep yang memiliki tradisi perjodohan orang Madura secara umum dan unik.
Sebelum melanjutkan ke jenjang pabakalan (pertunangan), terlebih dahulu melakukan perjodohan antar keluarga lelaki dan perempuan. Jika semuanya sudah dilaksanakan, maka akan melakukan pabekalan (pertunangan) untuk menjalin ta’arruf (perkenalan) pasangan dan merumuskan tanggal pernikahan.
Meskipun kebanyakan budaya Madura nikah di usia dini. Namun, untuk melanjutkan ke pelaminan tidak lepas dari sebuah proses perjodohan terlebih dahulu.
Baca juga: Perspektif Nikah Dini; Kebangkitan Tradisi di Zaman Milenial
Di sini saya akan menjelaskan praktek tradisi perjodohan orang Madura khususnya desa Gersik Putih, di antaranya:
1. Perjodohan Lingkungan Keluarga
Mayoritas orang Madura lebih mementingkan famili. Hal ini sesuai dengan kebudayaan kerajaan dulu dalam melakukan perjodohan antar kerajaan yang dapat menyambungkan nasab keturunan. Di desa Gersik Putih, kebanyakan menjodohkan anaknya dengan cara menawari kepada keluarga famili. Jika memungkinkan tidak ada, maka keluarga akan memasrahkan kepada sang anak untuk mencari pasangan hidupnya sendiri. Namun, kebanyakan memilih jalan perjodohan antar keluarga.
2. Kesepakatan antar Keluarga Sesepuh
Setelah menemukan jodoh dari lingkup famili. Maka, orang tua anak akan menjalin kesepakatan terhadap sesepuh keluarga laki-laki atau perempuan. Sesepuh di sini diartikan, sebagai orang yang memiliki kewibawaan tinggi dalam keluarga tersebut, bisa kakek atau ayah. Tujuan ini adalah untuk menentukan proses perjodohan ke rumah pasangan.
3. Pangadha’ (Orang Ketiga) dalam Famili
Pangadha’ atau orang ketiga ini bertugas untuk menyampai pesan keluarga dalam melakukan perjodohan antar keluarga. Biasanya, Pangadha’, diambil dari lingkup keluarga yang memungkinkan tidak ada penolakan, seperti paman. Ada juga yang memakai jasa Kiai atau ulama desa yang disegani untuk menyampaikan niat baik menjodohkan antar anak.
4. Rembuk Keluarga dalm Ruangan
Jika semuanya sudah disetujui, maka antar keluarga besar pihak laki-laki dan perempuan merembukkan dalam ruangan tanpa sepengatahuan sang anak. Sesuai dengan tradisi terdahulu, anak akan menjalin sebuah ta`arruf setelah proses perjodohan selesai, yaitu pada pertunangan. Di pertunangan inilah dua pasangan tersebut saling mengenal satu sama lainnya. Biasanya keluarga akan memberika jeda, minimal satu bulan untuk mempertemukan dan saling mengenal baik kekurangan dan kelebihan pasangan sebelum ke pelaminan.
5. Hikmah Menyatukan Keluarga Besar
Adapun hikmah perjodohan antar keluarga ini untuk menyambung sanad dan menjadikan keluarga yang besar. Bagaikan perjodohan antar kerajaan, yaitu menjadikan suatu kerajaan yang besar dan disegani.
Itulah beberapa point penting tradisi perjodohan orang Madura khusus desa Gersik Putih yang dapat saya teliti dan menggali sumbernya lewat beberapa responden dan pelaku perjodohan.
You must be logged in to post a comment.