1. Niat yang Kuat
Seperti yang saya katakan tadi, bahwa kemampuan menulis khususnya puisi, pada dasarnya tidak perlu bermodal bakat, andai pun ada justru lebih baik karena akan mempercepat hasil sebuah proses. Karena, jika bermodal bakat, maka menulis hanya bisa dilakukan oleh mereka yang berbakat saja, sedangkan menjadi penulis adalah profesi yang bisa dilakoni semua orang.
Ibarat menjadi seorang pedagang, jika hanya bermodalkan uang, mungkin berdagang hanya dilakoni bagi mereka yang bermodal saja, tetapi kenyataannya banyak para pedagang yang berjualan tanpa modal uang, dengan menanam kepercayaan untuk menjual barang dagangan orang lain, hingga pada akhirnya mereka bisa menjadi pedagang yang sukses.
Sama halnya dengan menulis puisi, meski kita merasa kurang berbakat atau tidak berasal dari latar pendidikan bahasa dan sastra, maka dengan bermodal niat yang kuat, itu sudah cukup sebagai gerbang pembuka untuk mulai terjun menjelajahi pagelaran dunia sastra.
2. Siapkan Alat yang akan Diasah
Ibarat sebuah pisau, semakin sering diasah maka semakin tajam. Sama halnya dalam mengasah kemampuan menulis, tidak cukup sekali latihan, butuh berkali-kali setiap waktu dan kesempatan, meski tangan kadang terluka, tapi tidak akan membuat tajam pisau kembali tumpul.
Demikian dalam berlatih puisi, meski lelah datang menghampiri, tapi semangat berlatih tanpa boleh henti, karena sukses tidak cukup hanya dengan niat tanpa latihan yang kuat.
Maka, jadikan latihan rutin sebagai batu asahan, agar kualitas tulisan semakin tajam
Seperti sebuah kutipan dari juara 1 di salah satu event nasional "Ahli pedang tak akan mahir dalam sekali perang."
Singkat tapi memberi makna yang padat akan semangat berlatih yang tak boleh bersekat.
3. Cari bahan buat berlatih
Seperti yang pernah saya sampaikan pada acara seminar di tempat lain, bahwa membuat puisi tak ubahnya seperti belajar memasak, perlu bahan-bahan yang akan diolahkan, setiap olahan tergantung jenis makanan apa yang akan dimasak, butuh kerja keras dan ketelitian, agar hasil olahan menjadi sebuah sajian yang mengenakkan.
Banyak bahan baku yang sama, tp bisa menghasilkan ragam varian makanan. Ibarat produk bioteknologi, misalnya kecap dan tempe, semua berasal dari bahan baku kedelai.
Dalam berlatih puisi, kita perlu bahan baku utama yaitu berupa tema yang kemudian akan diolah menjadi sebuah karya dengan menyajikan diksi-diksi pilihan, sehingga menghasilkan karya sesuai dengan makna yang ingin dituangkan.
Tema boleh jadi sama, tapi semua tersaji tergantung alur cerita dam amanat apa yang kita semat.
Dalam memasak asinan atau manisan, semua tergantung bumbu apa yang akan dimasukkan, anggaplah sebuah rasa masakan adalah makna yang ingin disampaikan lewat tulisan. Rasa tawar bisanya kurang penikmat, begitu pula karya yang hambar akan membuat pembaca berpaling dengan cepat.
Karenanya, ciptakan karya dengan rasa yang kuat, meski dalam sekali berlatih memasak belum menghasilkan cita rasa yang enak. Namun, dengan kerja keras dan ketelitian dalam memilih dan mengolah kata dengan tepat, niscaya karya tersaji akan membuat pembaca jadi terpikat
4. Menggali Tema di Alam
Alam banyak sekali menyediakan bahan baku buat dimasak, tidak perlu mahal tapi bisa menghasilkan nilai jual yang mahal.
Singkong termasuk bahan baku yang murah, tetapi dengan kreatifitas mengolah, akan menghasilkan ragam varian makanan. Karena harga singkong rebus akan berbeda dengan makanan ringan meski hasil olahan berasal dari satu bahan.
Pun demikian dalam berlatih puisi, tema bisa datang dari mana saja. Kisah pribadi, perjalanan hidup orang lain, peristiwa yang sedang berlaku bahkan dari alam pun banyak menyajikan tema-tema yang luar biasa.
Tak sedikit kita temukan event-event puisi mengangkat tema selain dari kisah hidup seseorang, banyak mengangkat tema-tema dari alam. Senja, hutan, matahari, bulan, dan lainnya, semua adalah barang galian yang bisa kita jadikan bahan untuk diolah menjadi sebuah karya tulisan.
Setiap orang boleh mengambil bahan baku yang sama, tapi kita bisa menggali kreatifitas versi masakan kita sendiri.
Enak atau tidaknya, tergantung pembaca menikmati sesuai seleranya. Namun, sebagai penulis, tetap berusaha memberi sajian berbeda dan seeanak mungkin.
5. Menyuguhkan Sajian Makanan
Setelah berusaha mengolah masakan, biarkan orang lain merasakan hasil olahan kita. Dalam berpuisi, ini bisa dilakukan dengan mengikuti ragam kompetisi, sehingga kita tahu seberapa jauh pembaca menikmati hasil karya kita.
Tidak perlu takut kalah atau khawatir sajian kita ditolak, karena pada dasarnya setiap makanan itu enak, hanya saja jika masih ditolak mungkin cara olahan dan sajian kemasan masih belum menarik. Jadi, rasakan juga masakan sendiri, tanyakan pada hati, apakah masakan ini enak atau tidak.
Sama halnya dalam menulis puisi, sejatinya setiap karya itu bagus, selain kaidah yang harus benar, tergantung penikmatnya sukanya selera apa, manis atau asin.
6. Evaluasi Masakan
Setelah langkah ke-5 dilakukan, kemudian hasil masakan masih belum memuaskan, langkah selanjutnya adalah evaluasi masakan.
Setelah kita rasakan masakan kita, setidaknya kita tahu apakah masakan kita ini bumbunya pas, terlalu manis atau terlalu asin.
Karena manis dan asin bukanlah tolak ukur enak dan tidaknya sebuah masakan, lagi-lagi kembali selerea penikmatnya. Hanya saja, masakan terlalu manis atau asin justru akan membunuh kualitas rasa yang seharusnya bisa dinikmati setiap orang.
Dalam puisi pun demikian, kita evaluasi karya kita, kenapa selalu gagal dalam perlombaan, apakah cara mengolah tema masih belum baik, terlalu banyak garam jadi keasinan, atau terlalu banyak gula hingga kemanisan. Jadi, evaluasi di sini adalah perhatikan diksi-diksi yang dipakai, apakah terlalu banyak pengulangan makna, kata-kata tidak bervariasi atau kurangnya kreatifitas dalam mengolah dan permainan katanya.
Jadikan evaluasi karya menjadi salah satu kunci agar kualitas tulisan ke depan lebih memuaskan.
7. Menambah referensi menu masakan
Masakan akan terasa bosan jika disaji dengan jenis yang itu-itu saja. Coba cari referensi makanan lain, agar bisa dipelajari tips dan cara pengolahannya.
Dalam menulis puisi, kita juga sering terjebak dengan tulisan yang itu-itu saja, belum ada perkembangan ide atau cara permainan katanya.
Di sini, kita bisa menambah referensi puisi kita dengan banyak membaca atau mendengar karya puisi orang lain, karena langkah akan stagnan tanpa melibatkan banyak sumber bacaan.
Ingat membaca karya orang lain, hanya mencari referensi bukan plagiasi. Boleh plagiat jurus bukan isinya yang dibungkus.
Karena karya boleh dicuri, tapi kreatifitas tidak akan pernah bisa dicuri, harus dibangun sendiri.
8. Membuka Hati
Salah satu gerbang membuka peluang kesuksesan dalam menulis puisi adalah membuka hati atas masukan dan saran membangun demi menghasilkan kualiatas tulisan yang handal.
Kenapa saya bilang membuka hati? Karena dari pengalaman banyak sekali teman-teman literasi yang memiliki sifat anti kritik, sehingga ketika tulisan dievaluasi mereka menganggap revisian dengan pandangan yang terbalik. Ini sebuah ironi yang harus dibunuh agar kualitas tulisan lebih mumpuni
9. Membangun relasi yang baik
Kesuksesan ibarat sinergi tangan dan kaki, melaju bersama-sama. Sukses tidak bisa sendiri, karena kodrat manusia adalah makhluk sosial. Jadi, kita butuh bimbingan dan arahan dari orang lain untuk mengantarkan kita ke muara kesuksesan yang akan diraih.
Jadi tetap berbuat baiklah dengan sesama penulis, bersainglah dengan sehat, kuatkan niat dan tekad, pasti pohon mimpi ditanam akan berbuah lebat
Kak Nurul Insan berpesan, Jadikan menulis untuk berdakwah bukan sekadar gelar juara
Setiap hasil akan tercermin dari langkah awal yang kita tanam. Jika tujuan menulis atau kompetisi adalah juara, maka setiap cara bisa ditempuh. Tak sedikit kita temukan okunum-oknum melakukan plagiat demi meraih juara, tapi hasilnya tidak akan berkah.
Karenanya, nilai sebuah karya tidak bisa diukur dengan besarnya hadiah, maka jangan pernah memandang sebelah mata sebuah event yang hadiahnya ala kadarnya. Keikhlasan berkarya juga akan menentukan kualitas dan hasil yang akan didapat.
Oleh karena itu, jadilah pejuang-pejuang kata bermakna, bukan sekadar kata-kata indah, sehingga setiap kata tercurah akan membuahkan pahala berlipat ganda.
Klo berbicara mengenai puisi bakal banget banget yang kita bahas, mulai dari bait, rima, irama, diksi sampai mungkin majas.
Namun yang paling penting dalam menulis puisi adalah bahwa puisi tersebut mewakili hati kita, bukan hanya tulisan saja
Bukankah yang paling bermakna itu artinya bukan tulisannya? Jadi, saat menulis puisi tuangkankah isi hati di dalamnya.
*Materi ini disampaikan oleh Kak Ajeng Nilam Sari dipandu moderator Ralya Dara Padisa
*Notulen: Hanni Syifaul Fijriyanti
You must be logged in to post a comment.