NUMPANG

NUMPANG

"Saya pikir saya yang sibuk, ternyata dia lebih sibuk lagi," kesah seorang wanita berumur 34 tahun dari lantai dasar rumah. Samar-samar terdengar dia sedang membereskan piring yang belum dicuci sejak semalam. Sementara aku, mengawasi kalimat-kalimat kesahnya dari lantai dua rumah.

"Bakri! Bereskan kamarmu, kamu pikir akan ada yang mau mengurusmu! anak-anak perempuan itu saja tidak bisa mengurus dirinya sendiri, apalagi kamu!" kesahnya lagi yang kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Tentunya kalimat terakhir ini memancing amarahku, bagaimana dia bisa mengeluarkan kalimat sejahat itu setelah kami bersusah payah mengurus rumah dan anaknya? hanya karena piring yang belum di cuci sejak semalam. Aku tahu, dia tidak memunculkan satu nama, tapi kata anak-anak perempuan sudah mampu mewakili makna yang sebenarnya. Kami bersepupu, dua orang perempuan yang sama-sama sedang berkuliah di rantauan dan menumpang di rumahnya, siapa lagi kalau bukan kami? salah satunya? toh dia menyebutkan anak-anak perempuan. Lebih menyakitkan lagi, kalimat pertamanya, tidakkah dia mengerti bahwa jelaslah kami yang lebih sibuk? satu orang perempuannya lagi sedang dalam proses menyelesaikan skripsinya, jelaslah dia akan selalu bolak-balik kampus dan rumah, jelaslah dia akan selalu bangun telat setelah semalaman begadang menyelesaikan narasi demi narasi untuk di kumpulkan keesokan harinya, dan jelaslah dia yang paling lelah setelah seharian menunggu dosennya di kampus lalu pulang dan langsung tertidur, tapi saat hari libur tiba, dia pulalah yang paling sibuk, bangun lebih awal dari hari-hari sebelumnya, mengisi air bersih di tampungan agar bisa digunakan untuk masak dan memasak air berliter-liter demi kelangsungan hidup seluruh orang, bahkan dia pernah terlihat sembari memasak air juga mengerjakan tugas-tugas kampusnya. Lalu si pemilik rumah masih saja merasa bahwa dirinya lah yang lebih sibuk. Kemudian, bagaimana denganku? aku mahasiswa semester pertama di sekolah pascasarjana salah satu universitas terkemuka di provinsi rantauanku, setiap hari aku mendapatkan tugas-tugas yang mewajibkan seluruh mahasiswa untuk membaca minimalnya sepuluh artikel yang keesokan harinya harus di presentasikan, dan tentu saja bukan hanya artikel, kamipun di wajibkan membaca buku sebanyak-banyaknya untuk memperluas pemahaman mengenai materi yang akan di presentasikan, hal ini menyebabkan aku tidak pernah mendapatkan tidur cukup bahkan sering menghabiskan malam dengan membaca atau membuat ppt untuk keperluan presentasi, sehingga untuk bangun pagipun sangat jarang bisa ku lakukan. Tidak hanya berkuliah, dalam rangka mencari pengalaman, aku bekerja sebagai seorang tutor yang otomatis membuat waktu berada di rumah semakin sedikit, dan ketika pulang akan semakin lelah sehingga pekerjaan-pekerjaan rumah baru bisa aku kerjakan keesokan harinya, itupun saat suami-istri pemilik rumah telah berangkat kerja dan anak-anak mereka telah berangkat sekolah. Lalu, setelah di rumah hanya ada aku dan perempuan satunya lagi, kami berusaha keras menjaga kebersihan rumah, memasak untuk anak-anaknya, bahkan sesekali aku mencuci dan menyetrikakan baju anaknya, memungut dan melipat pakaian-pakaiannya yang telah mengering di jemuran. Saat kami sibuk pun kami masih memikirkan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kemudian, hanya karena beberapa pekerjaan yang tidak kami kerjakan, kami mendapatkan singgungan yang teramat pedas. Tidakkah dia pernah merasakan betapa sibuknya kami? Padahal diapun pernah berada di posisi kami? Hanya saja dia tidak menumpang seperti kami.

Lalu, setelah singgungan keras seperti ini apa yang bisa kami perbuat? Melapor ke orang tua untuk mendapat pembelaan? Jangan mimpi! justru kamilah yang kembali salah. Kemudian, bagaimana dengan berbicara dengan pemilik rumah mengenai hal ini, menjelaskan bahwa kami juga sibuk? Jangan gegabah! Hal itu justru hanya akan memperparah amarah. Lalu apa yang bisa kami lakukan? Yah, untunglah kami bisa bersabar, mencoba menahan air mata dan memendam dalam hati, kadang-kadang menceritakan semua singgungan-singgungan pedas pada teman-teman agar dada bisa terasa lebih lega dan ada yang membela. Simplenya, bagaimanapun benarnya kami, tetaplah kami yang salah karena kamilah yang menumpang.

Tidak sampai di situ, pernahkah bertanya bagaimana perlakuan anak-anaknya pada kami? Tentulah mereka tidak memberikan singgungan-singgungan pedas, dan kalaupun ada kalimat yang menyakitkan sangat jarang kami masukkan dalam hati, namun suatu hari aku pernah mendengar percakapan ibu dan anak tersebut.

"Ibu, Kakak Enjel sedang sakit, gak bisa bangun" antusias sang anak menceritakan

"terlalu banyak jalan! kenapa gak bilang ke dia 'jalan aja terus'" ucap ibunya.

Bisa bayangkan terkejutnya saya bagaimana? Bagaimana bisa dia mengajarkan anaknya untuk berkata demikian pada orang yang lebih tua? Hingga tibalah aku di sebuah kesimpulan. Karena selama ini anaknya sering berkata kasar pada orang yang lebih tua, ternyata ada sedikit sisipan ajaran dari ibunya. Namun, apalagi yang bisa kami lakukan? Jawabannya tidak ada, karena kamilah yang menumpang, maka kamilah yang salah.

Namun, kami masih lebih beruntung di bandingkan anak-anak rantau lain yang juga menumpang di rumah sanak-saudara. Mereka bahkan lebih parah di bandingkan kami, seringnya mereka bercerita mengenai waktu istirahat yang terganggu, terkadang saat tertidur lelap mereka di bangunkan untuk melakukan pekerjaan rumah, entah itu pekerjaan yang bisa di lakukan oleh pemilik rumah tanpa bantuan mereka ataupun pekerjaan rumah yang memang membutuhkan bantuan.

Kebanyakan permasalahan yang terjadi saat menumpang adalah si pemilik rumah kurang bisa menghargai dan mensyukuri beberapa pekerjaan rumah yang telah di kerjakan oleh si penumpang. Dan terkadang pula si penumpang tidak bisa mengatur waktunya sendiri sehingga beberapa pekerjaan rumah terbengkalai. Namun, inilah salah satu kenangan hidup dan pelajaran bagi para penumpang yang telah merasakan kerasnya numpang.

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.

Tulisan Baru
Feb 19, 2024, 12:11 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:09 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:05 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:03 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 11:59 AM - Ruang Sekolah