Enggak Lucu

Suara cambukan begitu terdengar menakutkan di telingaku, apalagi suara jeritan seorang wanita yang begitu terdengar menyedihkan. Mendengar itu, aku hanya bisa terdiam kaku, di malam yang sepi mencekam ini aku sendirian, tidak ada orang lain di rumah. Aku mencoba memejamkan mata, mencoba tidak menghiraukan suara yang menyeramkan itu.

 

Sudah berkali-kali aku mencoba untuk memejamkan mata, tapi tetap saja tidak bisa. Lama-lama aku kesal dengan diriku sendiri. 

 

"Ayolah, terpejam, please."  Perasaanku sudah gelisah.

 

Akhirnya aku beranikan untuk keluar dari kamarku, memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Saat aku sudah keluar, yang kulihat hanya kegelapan. Lampu di rumahku memang sudah aku padamkan, untuk menghemat listrik tentunya.

 

Menuruni satu persatu anak tangga, aku sangat berhati-hati saat menuruninya. Bulu kudukku sampai merinding, saat mendengar suara itu semakin jelas. 

 

Aku mencoba menebak asal suara tersebut, lama aku berpikir, kuduga suara itu berasal dari kamar kak Ratih. Di rumah ini tidak ada orang lain selain diriku, kedua orang tua sedang menjenguk kakek dan nenek di Bandung. Kak Ratih juga tidak di rumah, dia memilih tinggal di kos agar lebih dekat kampusnya.

 

Aku mencoba memberanikan diri untuk mendekati kamar kak Ratih, dan suara itu semakin keras, terdengar juga suara orang tertawa. Lama aku perhatikan, itu seperti suara dari televisi. Tapi, siapa yang menyalakan televisi, sedangkan penghuni kamarnya saja tidak di rumah. 

 

Kini terdengar suara orang menangis, sekarang terdengar seperti suara manusia bukan dari televisi. Aku benar-benar merasa ketakutan, nasib menjadi anak terakhir yang sering ditinggal sendiri di rumah.

 

Pelan-pelan aku berjalan mendekati kamar kak Ratih, aku pegang kenop pintu bermaksud ingin membuka. Tapi, ketakutan melandaku, apalagi suara tangisan semakin terdengar keras.

 

Membalikkan badan bermaksud mengurungkan niatku untuk membuka kamar kak Ratih, aku menaiki tangga tergesa-gesa. Membuka pintu kamar lalu menguncinya, merebahkan badanku di kasur dan menarik selimut sampai menutupi seluruh badanku.

 

Aku benar-benar ketakutan kali ini, aku sudah biasa ditinggal sendirian di rumah. Tapi, tidak pernah ada kejadian seperti ini.

 

Berkali-kali aku merapalkan doa, semoga ini segera berakhir. Tiba-tiba aku dengar suara langkah kaki mendekat ke kamarku, suara itu terdengar begitu pelan. 

 

Aku menurunkan selimut yang menutupi wajahku, melihat ke arah pintu kamar. Kenop pintu kamarku bergerak-gerak seperti akan ada yang memasuki kamarku. 

 

"Ya, Tuhan, lindungi hamba. Mama, papa, kak Ratih, aku takut."  Aku mencoba tetap tenang, tapi dalam hati begitu gelisah.

 

Mungkin karena tidak bisa dibuka, aku mendengar suara langkah kaki menjauh, aku bernapas lega karena itu. Aku tidak mau ditinggal sendirian lagi di rumah.

 

Mataku terasa begitu berat, kulihat jam dinding yang tergantung di kamarku menunjukkan pukul sebelas malam. Aku sudah tidak bisa menahan kantuk ini, lama-kelamaan aku terpejam, mengarungi alam mimpi yang indah.

 

Aku kembali membuka mataku, baru saja bisa memejamkan mata, tetapi aku merasa tidak nyaman. Aku kaget melihat jam dinding menunjukkan pukul tiga pagi, aku sudah tertidur selama empat jam, tapi terasa baru beberapa menit saja.

 

Tenggorokanku terasa begitu kering, aku ambil gelas yang ada di nakas, gelas itu sudah kosong ternyata. Menghela napas, aku kemudian keluar kamar menuju dapur untuk mengambil minum.

 

Suasana rumahku sudah tidak terasa mencekam, aku lega dengan itu. Segera aku mengambil minum dan bergegas menuju kamar.

 

Saat sampai di tangga, aku kembali menghelas napas mendengar suara perempuan. Tidak bisa kah aku tenang di rumahku sendiri seperti sebelumnya. 

 

"Plese deh, han. Maksudku hantu, jangan muncul sekarang. Besok aja ya kalo ada mama sama papa. Ngertiin dong kalo aku sendirian sekarang di rumah."  Batinku sudah gila karena hal ini.

 

Akhirnya, sekarang aku putuskan untuk mencoba berkenalan dengan hantu yang berusaha menggangguku itu.

 

Aku letakkan gelas yang tadi kubawa di meja vas, berjalan menuju ruang tengah. Sebenarnya aku merasa takut, tapi harus aku hadapi. Suara tawa perempuan sekarang kembali terdengar dan begitu jelas saat memasuki ruang tamu.

 

Aku melihat seorang perempuan sedang duduk di depan televisi yang menyala menampilkan sebuah kartun, yang aku percayai itu adalah film di salah satu koleksi kaset kartunku.

 

Dia semakin tertawa keras melihat tayangan yang dilihatnya, rambut perempuan itu dibiarkan tergerai bebas. Aku penasaran, memang ada hantu yang menyukai kartun, aku jamin semasa hidupnya dulu dia penggemar berat kartun. 

 

Aku perhatikan hantu perempuan itu, dia seperti orang yang aku kenal. Menghilangkan ketakutan dalam diriku, aku mendekat menuju saklar lampu ruangan ini.

 

Setelah lampu menyala, hantu perempuan itu menengok ke arahku, betapa kagetnya aku melihat wajahnya yang merah seperti darah. Aku bergerak mundur, namun naas di belakangku terdapat tembok.

 

"Eh, cecenguk, ngapain dinyalain lampunya, sih." Mendengar nada kesal dari hantu itu, aku merasa kenal dengan suaranya.

 

Setelah lama aku pikir-pikir, itu suara kak Ratih. Tapi, bukannya kak Ratih di kos.

 

"Woi, malah diem. De, kenapa, sih!" Teriakannya membuyarkan lamunanku, ternyata benar dia kakakku.

 

"Astagfirullah, Kak. Bikin takut tau enggak, pulang enggak ada suaranya. Kakak jam berapa pulangnya coba? Kok aku enggak liat Kakak pulang?"

 

"Tadi maghrib, lagian jam segitu lo udah molor aja. Untung Kakak bawa kunci, kalau Kakak enggak bawa, lumutan di depan rumah."

 

Mendengar pengakuan kakakku, aku bernapas lega.

 

"Ya maap, Kak. Aku cape banget habis ada kegiatan di sekolah. Itu muka kenapa merah-merah kaya gitu?" 

 

"Ini tuh masker."

 

"Tapi, kok merah, masker apaan coba? Jangan bilang tadi Kakak nonton televisi di kamar?"

 

"Kakak ngga nonton televisi di kamar." Kalau bukan kakakku siapa yang nonton televisi di kamar kakakku, jangan-jangan benar ada hantu di rumah ini. "Cuma, Kakak nonton film di laptop." Kakakku ini bener-bener bikin jantungan.

 

"Bercandanya enggak lucu deh, aku kira ada hantu di kamar Kakak."

 

"Ngaco kamu, udah sana tidur lagi, Kakak mau balik ke kamar." 

 

Setelah kakak memasuki kamarnya, aku mematikan kembali lampu ruang tamu, segera menuju kamar untuk beristirahat. 

 

Saat aku mulai memejamkan mata, aku kembali mendengar suara tawa, aku kesal dengan kelakuan kakakku.

 

"Dasar, tidak tahu waktu."

 

Aku kasian dengan orang yang berjaga malam ini di kompleks, jangan sampai mendengar suara tawa kakakku.

 

 

 

 

 

 

.

.

Di sisi lain.

 

"Bang, denger suara orang ketawa enggak?"

 

"Denger, Bang. Ayo buruan jalannya, merinding banget nih."

 

Dua orang yang berjaga malam ini, mempercepat jalannya karena mendengar suara tawa perempuan.

 

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.

Penulis
Tulisan Baru
Feb 19, 2024, 12:11 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:09 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:05 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:03 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 11:59 AM - Ruang Sekolah