Buah Manis Dari Kerja Keras

Buah Manis Dari Kerja Keras

Karya : Lisa Riyani

 

Siang itu matahari bersinar sangat terik. Dita seorang gadis kecil penjual gorengan, sangat semangat menjual semua dagangannya berkeliling kampung, meski cuaca saat itu sangat terik. Dita rela masa-masa kecilnya ia gunakan untuk membantu neneknya. Kedua orang tua Dita sudah lama merantau keluar negeri, ia dirawat dan dibesarkan oleh neneknya. Ketika pulang sekolah ia langsung bergegas berangkat jualan tanpa mikir rasa capek. 

"Gorengan..... gorengan...... gorengan hangat, gurih, dan renyah," teriak Dita sembari berjalan keliling kampung. 

"Dita.... Sini aku mau beli gorengan kamu!" seru Kaila, teman sekelas Dita yang berniat membeli gorengan Dita. 

"Kaila kamu mau beli apa?" tanya Dita dengan senyuman ramah. 

"Aku mau beli pisang goreng kamu lima biji sama tahu goreng lima biji," jawab Kaila sambil menunjuk gorengan yang dimaksud dan mengulurkan dua lembar pecahan lima ribu rupiah. 

Kemudian Dita melanjutkan perjalanannya, ia berjalan sembari mengusap keringatnya. Kakinya terasa berat untuk melangkah, ia pun berteduh sejenak dibawah pohon mangga untuk menghilangkan rasa lelah. 

"Ohh.... Jadi kamu yang selama ini mencuri buah mangga saya?" tanya pemilik pohon mangga. Suara pemilik pohon mangga yang sangat keras membuat Dita yang sedang bersandar dibawah pohon merasa terkejut. Tubuh Dita langsung panas dingin dan gemetar ketakutan. 

"Bukan saya Bu yang mencuri buah mangga ibu, saya baru sampai di sini hanya untuk istirahat," jawab Dita dengan matanya berkaca-kaca. 

Kebetulan pemilik mangga tersebut membawa sapu, ibu bersiap-siap mau memukul Dita.  Dita tetap berkata jujur, namun perkataan Dita tidak dihiraukan oleh ibu itu, hingga akhirnya Dita dipukul mengunakan sapu sampai tubuhnya memar-memar. 

Walaupun tubuh Dita memar-memar, ia tetap melanjutkan berjualan biar dagangannya habis, agar ia dan neneknya bisa makan hari ini. 

Setelah dagangannya habis dan mendapat cukup uang, Dita segera pergi kewarung untuk membeli beras dan telur. Saat diwarung, Dita ditanya oleh ibu Endah seorang pemilik warung langganan Dita yang merasa curiga melihat tubuh Dita yang memar. 

"Loh, Dit itu tubuh dan wajahmu kenapa memar begitu?" tanya bu Endah, yang merasa khawatir melihat keadaan Dita. 

"Gak apa-apa kok bu, ini tadi aku kepleset dan jatuh di jalan," jawab Dita ia tampak kebingungan menjawab pertanyaan bu Endah. 

"Udahlah Dit, kamu jangan coba-coba bohong deh. Kamu dari kecil selalu dididik jadi anak yang baik dan jadi anak jujur sama nenek kamu, kelihatan lo wajahmu kalau lagi jujur sama lagi bohong tampak banget bedanya. Ngomong aja apa yang sebenarnya terjadi, anggap saja saya ini ibu kamu sendiri," tegas Bu Endah, karena penasaran dengan tingkah laku Dita. 

Lalu Dita menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Bu Endah,  mata Dita mulai berkaca-kaca. Dita takut kalau nanti neneknya mengetahui tubuhnya penuh memar pasti nenenk khawatir dan menyuruhnya untuk berobat. Boro-boro untuk berobat untuk makan saja belum tentu cukup. 

Mendengar ceritanya Dita, Bu Endah merasa kasihan dan tergerak hatinya untuk membantu Dita, mengobati lukanya. Bu Endah membawa Dita ke rumah sakit. Ketika di perjalanan Dita melihat anak-anak berlatih lari di lapangan. Sebenarnya didalam hati Dita terbesit ingin menjadi atlet lari profesional. Selama diperjalanan ia selalu melamun, kemudian Bu Endah membuyarkan lamunan Dita sambil berbincang-bincang. 

"Loh Dit, kamu kenapa lagi?  Sudah dibawa berobat juga kok, masih saja melamun?" tanya bu Endah yang membuyarkan lamunan Dita. 

"Eh.... Gak apa-apa kok Bu," jawab Dita terkejut. 

"Sudahlah Dit sudah berapa kali bu Endah bilang sama kamu, bu Endah tahu kalau kamu tu lagi bohong atau jujur" bu Endah pun menyangkal jawaban Dita. 

Karena merasa terpojok Dita pun kembali bercerita terus terang sama bu Endah. 

"Sebenarnya aku bercita-cita menjadi seorang pelari profesional, minimal aku bisa membawa nama baik keluarga. Tapi nenek selalu saja melarangku untuk latihan. " Dita pun menjawab sambil membayangkan kisahnya. 

"Bagaimana kalau kamu ikutan latihan lari sama Radit anak ibu. Setiap sore ia latihan dilapangan kampung sebelah, disana ada pelatih yang profesional kok" Bu Endah pun memberi saran kepada Dita. 

"Tapi nenek tidak mengijinkan aku latihan" Dita meragukan saran dari bu Endah. 

"Kamu jangan bilang latihan sama nenek kamu, kan latihannya sore,  kalau mau dan gak capek pulang jualan kamu pergi latihan sama Radit. Untuk mempersingkat waktu sebagian gorengan kamu jual keliling dan sebagian kamu titipkan diwarung ibu juga gak apa-apa kok." Bu Endah kembali memberikan saran kepada Dita agar yakin dengan keinginannya. 

"Baik Bu. Besok aku akan pergi latihan sama Radit, semoga saja aku bisa mewujudkan keinginan dan cita-citaku," jawab Dita dengan penuh rasa percaya diri. 

Keesokan harinya, Dita seperti biasanya pagi hari ia menjalankan kewajibannya bersekolah setelah pulang sekolah ia langsung bergegas pergi jualan.  Sebelum pergi jualan ia berpamitan dulu sama neneknya agar perjalanannya berkah. 

"Nek, Dita mau pergi jualan dulu ya, nenek dirumah jaga diri baik-baik. " Dita meminta izin sama neneknya. 

"Iya, Dit. Hati-hati dijalan" jawab nenek sambil mengusap lembut rambut Dita. 

"Nek, nanti Dita pulang agak terlambat soalnya Dita mau belajar kelompok sama teman. " Dita terpaksa berbohong sama neneknya karena apabila Dita berkata jujur pasti ia tidak diberi ijin.

Setelah mendapatkan izin, Dita segera bergegas berangkat jualan. Dita mengikuti saran bu Endah mebagi gorengannya menjadi dua bagian agar gorengannya cepat habis.  Selama berjualan Dita dibantu oleh Radit. Setelah gorengannya habis, Dita dan Radit langsung pergi ketempat latihan. Sebelum sesi latihan dimulai Dita mendaftarkan dirinya terlebih dahulu, agar ia dapat berlatih disana. 

"Ok adik-adik kita akan latihan seperti biasanya, sebelum latihan kita mulai, Coach akan memperkenalkan kepada kalian, teman baru yang bernama Dita Pratiwi dia akan menjadi bagian dari kita, jadi kita harus tetap sportif jangan ada pertengkaran diantara kalian. Disini kita sama-sama latihan, sama-sama mengejar mimpi. Jadi kita itu sama, kalian mengerti? " Coach Hendri memperkenalkan Dita dan memberi sedikit untuk calon-calon atlet. 

"Mengeri coach," jawab anak-anak serentak. 

"Baik adik-adik kita mulai sesi latihan hari ini," ucap Coach Hendri. 

Sesi latihan hari ini telah selesai, Dita langsung pulang kerumah agar neneknya tidak khawtir. Dita sangat berterima kasih sama bu Endah karena dikasih kesempatan latihan bersama Radit. 

"Bu, terima kasih ya, karena ibu memperbolehkan saya latihan bareng Radit" kata Dita dengan wajah berbahagia. 

"iya sama-sama Dit. Buktikanlah dan wujudkan impianmu." bu Endah memberi semangat sambil menepuk-nepuk pundak Dita. 

Enam bulan telah berlalu Dita sangat rajin berlatih, kini Dita sudah cukup mahir lari jarak pendek. Disetiap latihan ia selalu menjadi yang tercepat dibanding teman-teman lainnya. Bulan depan akan ada kejuaraan daerah, hari ini akan dipilih siapa yang akan mengikuti kejuaraan tersebut. 

Dita merasa deg-degan, ia sangat mengharapkan bisa mengikuti kejuaraan ini, karena kejuaraan ini menjadi ajang pembuktiannya apakah ia layak menjadi pemain profesional atau tidak. Badannya panas dingin menunggu coach Hendri datang membawa secarik kertas yang berisi nama-nama yang ikut kejuaraan tersebut. 

Akhirnya hal yang ditunggu pun datang juga, coach Hendri tiba dengan membawa nama pilihan yang akan mengikutu kejuaraan daerah tersebut.  Coach Hendri pun menempelkan kertas tersebut ke papan mading, anak-anak segera mengerumungi kertas tersebut,  sambil harap-harap cemas apakah nama mereka tercatat dalam kertas itu. 

"Radit.... Nama kita terpilih menjadi pemain unggulan. " ucap Dita penuh kegembiraan. 

"iya, Dit. Alhamdulillah, kita harus rajin latihan. " jawab Radit merasa sangat bersemangat. 

Satu bulan telah berlalu, kejuaran daerah tinggal seminggu lagi tapi Dita belum memberitahu kabar gembira tersebut kepada neneknya. Dita sedikit takut dan ragu memonta ijin sama neneknya, Dita takut apakah ia diijinkan sama neneknya atau tidak.

Dengan rasa was-was Dita mencoba memberanikan diri meminta izin sama neneknya kalo ia akan mengikuti kejuaraan daerah tersebut. 

"Nek, Dita mau minta izin dan doa restunya ya nek, minggu depan Dita mau mengikuti kejuaraan daerah Lari. " Kata Dita dengan wajah takut. Dita meminta izin kepada neneknya sembari mijitin kaki neneknya. 

"Apa Dit! Kamu mau mengikuti kejuaraan daerah! Sudah berapa kali kamu nenek bilangi, jangan pernah ikutan lari. Ini malah kamu mau ikut kejuaraan daerah. Berati selama ini kamj enggak pernah dengerin apa kata nenek." jawab nenek yang terkejut mendengar perkataan Dita. 

"Maaf nek, Dita enggak bermaksud menyakiti perasaan nenek dan Dita enggak bermaksud membantah nasehat nenek maafin Dita nek. " Dita menanggis terisak-isak menyesali perbuatannya. 

"Nenek sekarang sudah tua, tolong lah nurut kata-kata nenek. " ucap nenek Dita sembari mengelus dada. 

Keesokan harinya nenek Dita jatuh sakit ketika Dita pulang latihan ia langsung menengok keadaan neneknya didalan kamar. Dita merasa menyesal atas perbuatannya dan ia berniat mengundurkan diri dari kejuaraan tersebut. Namun nenek Dita berubah pikiran. Kini nenek Dita mendukung Dita dan memberi semangat supaya Dita jadi mengikuti kejuaraan tersebut. 

Selama seminggu kejuaraan itu digelar dan Dita memberikan hasil yang positif ,dibabak final ia berhasil merebut gelar juara. 

Dengan hasil tersebut Dita makin percaya diri dan ini pasti menjadi kabar gembira buat neneknya. 

Setelah sampai dirumah Dita segera menunjukkan uang dan mendalinya kepada neneknya. Sang nenek pun tersenyum gembira melihat prestasi cucunya. Dalan bincang-bincang tersebut nenek membongkar rahasia besar yang selama ini ia simpan. 

"selamat  ya Dit, cucu nenek kamu berprestasi seperti ayah kamu. Memang darah atlet itu akan tetap mengalir." nenek mengucapkan selamat kepada sang cucu. 

"loh emang siapa nek. Yang dulu jadi seorang atlet? " Dita merasa penasaran dengan kata neneknya. 

"Dulu ayah kamu adalah seorang atlet lari yang berprestasi, dulu ayah kamu juga pernah ngumpulin banyak mendali. Namun sayang ayah kamu meninggal saat bertanding gara-gara sakit jantung. " nenek mengenang masa-masa kejayaan ayah Dita. 

"jadi itu ya nek,  alasan nenek melarangku jadi seorang pelari profesional. " Dita menanggapi sang nenek. 

Lalu nenek Dita melanjutkan ceritanya, saat itu setelah ayah Dita meninggal, ibu Dita memutuskan untuk kerja menjadi TKW diluar negeri, saat itu usia Dita baru menginjak usia dua tahun. 

Nenek Dita membuka lemari rahasia yang isinya berupa beberapa mendali emas, perak dan perunggu. Beberapa pasang sepatu dan beberapa jarsey.

Melihat peninggalan sang ayah dita tetharu dan memeluk sang nenek. 

Dita berjanji kepada neneknya agar ia selalu menjaga kesehatan dirinya,  agar ia terhindar dari hal yg tidak diinginkan. Kini Dita telah menjadi atlet lari profesional, kejuaraan nasional dan dunia telah ia ikuti. 

 

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.

Penulis
Tulisan Baru
Feb 19, 2024, 12:11 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:09 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:05 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 12:03 PM - Ruang Sekolah
Feb 19, 2024, 11:59 AM - Ruang Sekolah